KARAWANG CENTER – Seorang mantan kepala desa (kades) di Kabupaten Serang, Banten, terpaksa harus berurusan dengan aparat penegak hukum. Pria yang diketahui bernama Alkani ini diduga melakukan tindak pidana korupsi saat menjabat Kades Lontar Kecamatan Tirtayasa pada tahun 2015-2021 lalu.
Pihak kepolisian pun memutuskan untuk menahan dan menetapkan Alkani sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana desa tersebut. Hasil penyelidikan sementara menyebutkan, uang hasil korupsi tersangka mencapai Rp988 juta.
Ironisnya, uang sebesar itu digunakan kepentingan pribadi, yakni untuk biaya menikahi 4 istrinya dan foya-foya di tempat hiburan malam.
Hal tersebut ditegaskan pengacara Alkani, Erlan Setiawan saat mendampingi pelimpahan tersangka dan barang bukti di Kejari Serang, pada Jumat (16/6/2023).
“Pengakuannya iya (buat nikah lagi), dan suka ke tempat hiburan katanya dari uang dana desa itu,” ujar Erlan kepada awak media.
Lebih lanjut Erlan mengatakan, kliennya sudah mengakui perbuatannya melakukan korupsi alokasi dana desa tahun 2020 yang seharusnya untuk pembangunan infrastruktur desa.
Secara pribadi Erlan mengaku prihatin karena dana desa yang seharusnya digunakan kepentingan masyarakat namun untuk kepentingan pribadi kliennya.
“Ini yang sangat miris yang harus kita pahami. Bahwa desa punya anggaran untuk kemajuan desa ternyata disalahgunakan oleh kepala desa,” ujar dia dikutip dari Kompas.com.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Alkani ditahan di Rutan Kelas IIB Serang selama 20 hari ke depan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) kini sedang menyiapkan berkas dakwaan setelah menerima tersangka dan barang bukti dari penyidik Polda Banten. Jaksa akan segera melimpahkan ke PengadilanTipikor Serang untuk diadili atas perbuatannya.
Informasi yang dihimpun, kasus berawal dari Desa Lontar mendapatkan anggaran tahun 2020 untuk pembangunan infrastruktur. Namun, pada pelaksanaannya terdapat lima proyek fisik yang merugikan keuangan negara.
Lima proyek tersebut yakni tiga proyek fisik hasil pengerjaannya tidak sesuai rencana anggaran biaya (RAB) dan dua pekerjaan fiktif. Akibat perbuatannya, saat ini tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor. (red)