KARAWANG CENTER – Penanganan kasus dugaan fee pokir oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang mendapat respons positif dari masyarakat, khususnya mahasiswa dan Forum Aktivis Islam (Fais). Mereka menuntut kejaksaan mengungkap dugaan adanya pemberian fee sebesar 5 persen dari nilai proyek pokir.
Nilai pokir keseluruhan mencapai Rp600 miliar untuk eksekutif dan legislatif Karawang. Kordinator Gerakan Mahasiswa Karawang (Gemak), Bayu Ginting mengatakan, pihaknya memberi apresiasi kepada Kejari Karawang yang berani menangani kasus dugaan adanya pembagiaan fee dari proyek pokir.
Padahal isu adanya pemberian fee kepada penerima pokir sudah lama didengarnya. Bahkan hal tersebut sudah menjadi rahasia umum di masyarakat.
“Kami dari mahasiswa sangat mengapresiasi Kajari Karawang yang berani menangani kasus ini. Tapi harus diingat, penerima Pokir itukan pejabat negara seperti Bupati, Wabup, Ketua DPRD dan anggotanya.
Artinya, mereka menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Tapi hukum tidak mengenal jabatan mereka, kalau salah yang harus dihukum,” kata Bayu, Jumat (10/6/22).
Oleh karena itu, Bayu meminta Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Martha Parulina Berliana, menggunakan kaca mata kuda saat memeriksa anggota legislatif dan eksekutif.
Alasannya, pemeriksaan akan lebih objektif tanpa melihat siapa yang diperiksanya. “Jaksa harus serius periksa, karena kasus pokir ini bukan persoalan biasa. Di tengah kehidupan masyarakat yang sulit oleh pandemi, mereka masih berani menyalahgunakan jabatannya untuk mencari untung sendiri,” katanya.
Senada dengan itu, Koordinator Fais, Sunarto, juga menyampaikan dukungannya kepada Kejari Karawang. Dugaan kasus fee pokir ini sudah menciderai hati masyarakat Karawang.
APBD seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat bukan untuk segelintir orang atau kelompok saja. “Kejaksaan harus terbuka mengusut kasus ini sampai tuntas, jangan tebang pilih. Semua pejabat yang terlibat harus diperiksa,” katanya.
Penulis : Nilakusuma