KARAWANG CENTER – ‘Menggali harta karun’, sepertinya menjadi kata yang cocok untuk menggambarkan kegiatan pertambangan emas ilegal di hutan lindung Gunung Sanggabuana, Blok Cilutung, Kampung Cibereum, Desa Buanajaya, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor. Pundi-pundi Rupiah bisa dihasilkan dari aktivitas ilegal di gunung tersebut.
Imam (nama samaran) salah satu pelaku penambangan ilegal yang berhasil ditemui detikJabar, pada Selasa (4/4/2023) lalu menceritakan, seberapa banyak cuan yang didapatkan, dan bagaimana proses penambangan dilakukan.
“Kami ada 15 penggali anak buah saya, kita bagi tugas yang menggali ke pemecah, terus nyortir, sama ngangkutin,” ucap Imam sembari memecah batuan bahan emas hasil galian.
Imam menceritakan, total tim penggali berjumlah 15 orang. Namun yang ada saat itu hanya 11 orang, delapan orang di antaranya merupakan warga setempat sedangkan tiga orang lainnya merupakan seorang pendatang dari Sukabumi yang juga kerabat Imam.
“Seminggu kita 15 orang, bisa nurunin 2.000 karung bahan setengah jadi,” kata dia.
Bahan setengah jadi yang dimaksud adalah batuan bahan emas hasil galian yang sudah dipecah berdiameter 3-4 centimeter, yang telah direndam menggunakan larutan potasium sianida (KCN).
“Nggak cuma ngegali, kita juga pecahin di sini, terus rendam di sini. Nanti yang diturunin (di bawa ke kampung) itu sudah setengah jadi,” ungkapnya.
Harga sekarung bahan emas setengah jadi seberat 40-50 kilogram itu dibanderol Rp250 ribu. Imam lantas mengolahnya menjadi emas di rumah salah seorang warga.
“Untuk 100 kilogram bahan emas setengah jadi ini, menghasilkan 1-1,2 gram emas. Kalau emasnya dijual Rp850 ribu per gram,” ucap Imam.
Jadi dalam sepekan, rata-rata cuan yang dihasilkan dari ‘harta karun’ pertambangan emas ilegal di Gunung Sanggabuana itu rata-rata mencapai Rp1 miliar.
“Kalau seminggu rata-rata 2.000 karung, kita bisa dapat 1-1,2 kilogram emas, untuk harga se gram Rp850 ribu, kira-kira penghasilannya satu miliar (Rupiah per pekan),” ucapnya.
Kendati demikian, Imam mengaku, modal yang dikeluarkan juga tak sedikit. Bukan hanya untuk pekerja tambang, dan biaya produksi, uang koordinasi (uang tutupmulut untuk aparat terkait), juga memerlukan biaya yang besar.
“Hasilnya nggak gede seperti yang dibayangkan juga, uangnya dibagi ke sana sini, selain biaya produksi, ada juga kita bayar koordinasi,” pungkasnya.
(mso/mso)
Penulis : Irvan Maulana