KARAWANG CENTER – PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) mencatatkan kerugian sebesar USD1,07 miliar atau setara Rp15,5 triliun (asumsi kurs Rp14.500 per USD) sepanjang kuartal III-2020.
Mengutip laporan keuangan Garuda Indonesia, Sabtu, 7 November 2020, maskapai pelat merah ini mengalami penurunan pendapatan 67,79 persen dari USD3,54 miliar di kuartal ketiga 2019 menjadi USD1,14 miliar di kuartal ketiga tahun ini.
Pendapatan tersebut dikontribusikan dari pendapatan penerbangan berjadwal sebesar USD917,28 miliar, pendapatan dari sektor penerbangan tidak berjadwal USD46,92 juta serta pendapatan lainnya USD174,56 juta.
Meskipun pendapatan susut, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengklaim adanya tren pertumbuhan penumpang di kuartal ketiga, terutama pada September yang tumbuh 17,9 persen dibanding bulan sebelumnya. Selain pertumbuhan penumpang, angkutan kargo juga tumbuh 40,11 persen pada September menjadi sebesar 15 ribu ton.
“Di tengah imbas pandemi ini, layanan kargo turut berperan penting dalam menunjang capaian kinerja Perusahaan sejalan dengan pesatnya perkembangan bisnis e-commerce di masa pandemi serta upaya optimalisasi angkutan kargo untuk komoditas ekspor unggulan nasional,” kata Irfan.
Di sisi lain, Garuda harus menanggung beban usaha sebesar USD2,44 miliar, meskipun angka ini lebih kecil 25,61 persen dari periode yang sama di tahun lalu.
Kendati demikian, Garuda mencatatkan keuntungan selisih kurs sebesar USD83,35 juta. Padahal di periode yang sama tahun lalu Garuda mencatat kerugian kurs USD13,91 juta. Di saat yang sama pendapatan keuangan tercatat USD43,89 miliar meningkat dari periode yang sama tahun lalu USD4,98 juta.
Sementara itu, hingga September 2020 nilai aset Garuda meningkat 122,47 persen dari USD4,45 miliar di akhir tahun 2019 menjadi USD9,90 miliar. Perubahan aset ini sehubungan dengan implementasi PSAK 73 yaitu penambahan aset hak guna usaha pesawat, perlengkapan dan peralatan, perangkat keras, kendaraan, tanah dan bangunan serta prasarana.