KARAWANG CENTER – Seorang petani asal Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Engkus Kusnadi terpaksa membeli pupuk nonsubsidi. Sebab pupuk subsidi langka di Karawang. Engkus mengaku terpaksa membeli pupuk nonsubsidi dengan harga yang jauh lebih mahal lantaran waktu tanam tak bisa ditunda. “Kemarin beli Rp 600.000 per kuintal. Padahal biasanya kalau subsidi Rp 190.000,” ujar Engkus kepada Kompas.com melalui telepon, Senin (7/9/2020). Engkus berharap pemerintah segera menghadirkan solusi atas kelangkaan pupuk bersubsidi itu. Sebab, saat ini yang beredar pupuk non subsidi yang harganya jauh lebih mahal.
Soal pemberlakukan Kartu Tani untuk mendapat pupuk bersubsidi, Engkus pada prinsipnya setuju. Hanya saja, sebelum berjalan dengan baik ia meminta pemerintah jangan dulu mengurangi kuota pupuk. Menurut Engkus, hal itu berdampak pada petani secara umum. Contohnya seperti sekarang petani sudah pegang kartu tani, namun sulit memperoleh pupuk bersubsidi. Bahkan, kata dia, banyak petani sudah deposit untuk penyediaan pupuk bersubsidi jauh-jauh hari, namun ketersediannya kosong. Akibatnya, petani telat melakukan pemupukan. “Tentu ini akan berdampak pada hasil panen ke depan,” ujarnya.
Engkus pun meminta pemerintah mengkaji ulang mekanisme pemberlakuan kartu tani agar petani tidak menjadi korban kearogansian para spekulan pupuk. Di Karawang misalnya, pemberlakuan Kartu Tani ditunda. Namun di sisi lain pupuk bersubsidi sudah langka. Ia pun menuding pemerintah bermain-main dalam menjalankan program yang langsung bersentuhan dengan masyarakat banyak. “Yang menjadi korban petani,” katanya Ia juga berharap pemerintah menambah kuota pupuk bersubsidi untuk mengatasi kelangkaan pupuk ini, bukan menambah kuota pupuk non subsidi. “Kalau yang ditambah pupuk non subsidi, ini tetap memberatkan petani,” ucapnya.
Penimbunan pupuk subsidi
Menurut Entoh kecil kemungkinan adanya penimbunan pupuk bersubsidi. Sebab, pupuk bersubsidi dikeluarkan dan disalurkan berdasarkan kuota yang ditetapkan. “Kalau petani (yang mendapat pupuk bersubsidi) sudah tanam, berarti jatah pupuknya sudah diambil,” ucapnya. Untuk mengatasi kelangkaan itu, Dinas Pertanian Karawang telah mengajukan tambahan kuota ke Pemerintah Provinsi Jabar. Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian. Hanya saja, sejauh ini belum ada tanggapan. “Kita belum tahu apakah kuota bakal ditambah atau tidak,” kata Entoh. Selain itu, Dinas Pertanian juga memberikan sosialisasikan kepada petani soal pengurangan kuota pupuk tersebut. Komunikasi dengan Pupuk Kujang juga telah dilakukan.
Penggunaan Kartu Tani Diundur
Entoh menyebut penerapan Kartu Tani untuk mendapat pupuk bersubsidi diundur dari yang seharusnya diberlakukan 1 September 2020. siap. Alasannya, dari sekitar 66.000 petani, , baru 86 persen yang Kartu Tani-nya yang tercetak. Itu pun ada beberapa petani yang kartunya hilang atau rusak. Selain itu, mesin EDC juga belum siap. “Dari 392 kios yang siap (mesin EDC) baru 30 persen,” kata dia. Penundaan itu, kata dia, diambil untuk mengantisipasi hal-hal yang diiginkan sampai semua saranya siap. “Diundur tahun depan,” ungkapnya.
Kuota pupuk subsidi
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Karawang Indriyani menyayangkan soal pengurangan kuota pupuk bersubsidi oleh pemerintah, khususnya untuk Karawang. Indri meminta Pemerintah Daerah turut andil menyelesaikan persoalan kelangkaan pupuk bersubsidi ini. “Kalau masalahnya pengurangan kuota karena keterbatasan anggaran akibat Covid-19, saya harap pemerintah daerah ikut andil memecahkan masalah ini,” kata Indri melalui telepon.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Pertanian Dinas Pertanian Karawang Entoh Hendra Permana mengaku menyadari keresahan petani soal kelangkaan pupuk bersubsidi saat ini. Sebab, pupuk merupakan kebutuhan dasar bagi petani untuk melakukan kegiatan tanam, selain air. Apalagi kegiatan tanam tidak bisa ditunda. “Kita menyadari kalau kami dibuli gara-gara pupuk. Namun kami tetap berupaya,” kata dia. Entoh mengatakan hingga Aguatus 2020 Karawang minus pupuk bersubsidi sebesar 838 ton. Sebab, dari kebutuhan pupuk bersubsidi sebesar 52.000 ton atau berdasarkan RDKK 56.000 ton, Karawang hanya mendapat kuota 38.000 ton. “Pengurangan kuota pupuk bersubsidi itu ketentuan pemerintah,” ujar Entoh ditemui di kantornya, Senin (7/9/2020) Kuota tersebut diperuntukkan bagi 66.000 petani pemilik dan penggarap yang luas sawahnya dua hektar ke bawah.
Di Karawang ke seluruhannya sudah tergabung dalam kelompok tani (poktan). Akibat pengurangan kuota itu, kata Entoh, pupuk bersubsidi di Karawang langka. Sementara untuk pupuk non subsidi masih normal. Yang membedakan dari keduanya adalah harga. Harga pupuk subsidi sekitar Rp 180.000 per kuintal, sementara non subsidi Rp 380.000 hingga Rp 440.000 per kuintal. “Harga pupuk subsidi sudah ditentutan. Jadi kalau ada yang harganya mahal (Rp 380.000 hingga Rp 440.000 per kuintal). Itu pupuk non subdidi,” ucapnya. Selain karena pengurangan kuota, pupuk bersubsidi sulit didapat lantaran adanya edaran dari Kementerian Pertanian perihal percepatan tanam secara serentak. Sehingga, jadwal tanam beberapa sawah maju dan berbarengan dengan yang lain. “Kebutuhan sampai Desember (2020) 11.000 sampai 12.000 ton,” ucapnya.