KARAWANG CENTER – Di antara banyaknya warga USA (Urang Sunda Asli) yang saya kenal, banyak sekali saya perhatikan pola kehidupan yang sama. Mungkin sebuah kebudayaan tertentu di Indonesia, yang memiliki suatu pola kebudayaan ajeg dari sananya, membuat Suku tersebut menjadi unik.
Dari sekian banyak manusia dari berbagai Suku yang hingga kini saya kenal, katanya orang Sunda itu senang hal-hal lucu dan senang makan sambal. Keidentikan itulah yang membuat sebuah Suku menjadi unik, karena ciri khasnya yang berbeda-beda. Untuk bahasa Sunda sendiri pun beragam. Bahasa Sunda di Bandung akan berbeda dengan Bahasa Sunda di Karawang, Tasik, sampai Bogor. Nah, karena saya tinggal di Karawang, maka saya akan mengupas beberapa hal seputar USA Karawang.
1. Orang Sunda Senang Basa-basi
Orang-orang bilang kalau warga Indonesia itu ramah, memang benar. Apalagi orang Sunda saking ramahnya, mereka senang basa-basi.
Contohnya waktu saya SMP, pas jam makan siang sepulang sekolah, hasrat saya untuk membeli kerupuk ke warung sangat besar. Maka berbekal uang 500 rupiah, saya pergi ke warung untuk membeli sebuah kerupuk Blek. (Eh, tau kan kerupuk Blek? kerupuk yang suka dipake di acara lomba agustusan)
Pas beli, saya ditanya kan tuh sama si penjual, “Teteh mau makan ya?” saya cuma bales, “Iya, hehehe” diiringi ketawa panjang.
Atau ketika saya mau beli Bubur Ayam di RT sebelah, ada tetangga yang juga lagi beli, nanya, “Eeeh, beli apa neng?”
Akhirnya saya hanya bisa jawab, “Beli Bubur, Pak, Hehehehehehehe” lagi-lagi diiringi ketawa panjang. Tadinya sih saya mau jawab mau ngaduk semen, tapi nggak jadi.
Yah, mungkin orang-orang basa-basi niatnya biar nggak canggung sih, tapi mungkin nanti bisa aja kita ganti pertanyaannya jadi, “Hai Bapak! apa kabar? kira-kira pas kerajaan Cirebon berdiri bapak berapa tahun lagi ya lahirnya?” Sambil ngantri beli Bubur.
2. Nama Orang Sunda Selalu Diulang-ulang
Kalau zaman sekarang nama orang sudah unik, namanya perpaduan huruf konsonan yang rumit atau pake nama artis luar negeri, zaman dulu (sampai awal tahun 2000an), nama orang Sunda masih tradisional dengan khas orang Sunda banget, diulang-ulang.
Misalnya, Cecep Purbacep, Iceu Juiceu, Mimin Mintarsih, Hadi Septiadi, Kokom Komariah, Ita Puspita, Yadi Setiyadi, Ajat Sudrajat, Yayah Komariyah, sampai Awan Gunawan.
Katanya sih, makna dari pengulangan nama itu melambangkan siklus dan peningkatan dari suatu yang baik. Sederhananya sih kalau namanya Ajat Sudrajat, biar derajat orang yang bernama Ajat itu berlipat. Wallahu’alam sih.
3. Orang Sunda Tidak Bisa Bilang Huruf ‘F’
Pitnah, ceunah eta mah. Tapi ternyata hal itu adalah sebuah fakta, loh! Ibu saya contohnya, beliau USA sejak lahir, darahnya suci sebagai USA, sehingga kalau minta dibeliin detergen yang dulu mah ada merknya, Surf, beliau bilangnya Surep.
atau huruf F ini akan diganti dengan huruf P. Seperti yang digunakan pada nama seseorang, misalnya Pitri Patmawati, Asep Saepuloh (Abdi Kasep Sumpah Demi Alloh), Pina Panduwinata, dan Pirmansah.
4. Orang Sunda Suka Menghilangkan Satu Huruf di Kata-kata Tertentu
Ini berlaku untuk orang Sunda yang tinggal di daerah Garut dan Tasik (walaupun nggak semua wilayah Garut dan Tasik sih),
“Heeei, kadieukeun éta Émééér!” (Sini coba embernya!) Émér=Ember
“Ai manéh ceunah rék meuli Domaaa jang kurban?” (Kamu katanya mau beli Domba buat kurban?) Doma=Domba
“Moal ameeeng, teu aya Senal!” (Nggak akan maiiin, gaada sendal!) Senal=Sendal
“Duh make Sénok atuh!” (Duh, pake Sendok, dong!) Senok=Sendok
5. Orang Sunda Tidak Bisa Bicara Tanpa Menggunakan Kata “Ceunah, Téh, dan Mah”
Saya suka iseng ngitung berapa kata Ceunah yang diucapkan Ibu saya ketika beliau bicara. Ceunah itu apa sih artinya? Ceunah adalah kata tambahan di antara kalimat yang bermakna, “Katanya” Kalau “Téh” maksudnya bukan minuman Teh, tapi juga sama kata tambahan biar ngomong makin Sunda banget, sama halnya dengan “Mah”
Nah, karena keterbatasan ilmu, saya nggak begitu yakin apa makna Téh dan Mah.
“Kamu téh atuh ati-ati! Ibu-ibu mah kan kalau pake metik teh pergerakannya random kayak kecoa terbang!” mungkin bisa diartikan, “Kamu makanya hati-hati dong! Ibu-ibu kan kalau pake metik teh pergerakannya random kayak kecoa terbang!” (Saya kutip kalimat ini dari Ridwan Remin)
Jadi sebagai USA, kalau saya nonton film, sinetron, atau ftv yang tokohnya orang Sunda, saya selalu nggak sreg dengan pemakaian téh dan mah yang nggak sesuai. Jarang banget ada aktris atau aktor yang pas menggunakan téh dan mah-nya dalam dialog mereka.
Misalnya gini, “Ibu téh atuh seneng piiiisaaaaan Neng ada di sini.”
harusnya, “Ibu mah seneng pisan da, Neng ada di sini.” (Ibu seneng pisan kok Neng ada sini)
6. Orang Sunda Kalau Bilang “Siah” atau “Aing Mah” Bukan Berarti Bahasa Kasar
Pernah denger kata “Aing mah!” ? kata tersebut adalah sebuah ungkapan ketika seseorang merasa kesal. Misalnya gini, “Aing mah! geus ditungguan kalah ninggalkeun!” (Parah! udah ditungguin malah ninggalin) atau bisa juga diartikan “Sial!” atau “Dasar!”
Lalu pernah juga denger kata, “Aku mah siah ih, makan Seblak téh disanguan!” (Eh tau nggak, Aku makan seblak pake nasi, looh!”
7. Orang Sunda Selalu Menambahkan Nasi Pada Makanan yang Rasanya Asin
Hampir semua makanan yang rasanya asin, selalu ditambahkan Nasi, atau istilah sundanya “Sanguan”.
Makan Bakso disanguan, kalau makan Indomie mah udah pasti pernah disanguan kan ya?, makan Seblak disanguan, Bakso Tahu (Siomay) disanguan, Lumpia Basah disanguan, Gorengan disanguan, sampai Bubur Ayam pun, temen saya mah disanguan, dan Si Mail, adek saya, juga kalau makan Nasi Kuning disanguan lagi.
Nah, mungkin segitu dulu fakta seputar Orang Sunda, dilain kesempatan saya akan lanjutkan tulisan ini kalau fakta lain sudah terkumpul. (Anom KC)